
Peziarah Pengharapan ‘JLEGONGNESIA WONOGIRI’
Tahun 2025 ini bertepatan dengan tahun Yubileum, yang diadakan setiap 25 tahun sekali seakan memanggil kita untuk mengadakan perjalanan baik fisik maupun spritual. Liburan lebaran lalu 20 Maret 2025. Kami sekeluarga melakukan ziarah melewati batas ke kota yang bisa dikatakan terpencil dan asing yaitu Wonogiri.
Kebetulan di Wonogiri ada gereja St. Ignatius de Loyola sesuai dengan nama lingkungan kami. Gereja ini tepatnya di daerah Danan yang merupakan paling ujung karena berbatasan dengan Pacitan. Untuk memulai perjalanan ziarah, kami minta berkat dulu kepada RD. Yustinus Agoeng Nugroho (romo Agung) selaku romo paroki St. Ignatius Danan. Sambutan yang hangat, berbincang penuh akrab dan berakhir dengan berkat istimewa, akhirnya kamipun memulai berziarah.
Dari gereja St. Ignatius Danan, Giriwoyo, kami singgah ke Gua Maria Sendang Ratu Kenyo. Takjub begitu masuk kesini ada 3(tiga) gua Bunda Maria yang berdekatan. Jarak antara gereja Danan dan sendang ini 1,5 KM. Menurut info masyarakat setempat dalam peristiwa tertentu umat paroki Danan mengarak arca/patung Bunda Maria yang sangat besar dari paroki ke sendang dengan berjalan kaki dengan penerangan api obor/lampu dari bambu yang diberi sumbu. Setelah arca sampai di sendang, diadakan doa rosario lalu misa dan diakhiri makan bersama secara sederhana. Kebersamaan untuk berdoa dan berziarah, di tengah situasi yang kurang mendukung mempunyai nilai luar biasa dalam tahun Yubileum ini.
Selanjutnya kami meneruskan ziarah ke Gua Maria Sendang Kelayu Jlegong. Jlegong adalah nama dukuh, desa Gemawang, Ngadirojo. Akses ke Gua Maria Sendang Kelayu ini tidaklah mudah, karena medan yang berat, jalan masih tanah, menanjak dan berkelok cukup tajam. Ada yang bilang penduduk Wonogiri sendiri saja tidak berani kesitu bahkan ada yang baru dengar tentang keberadaan Gua Maria ini. Sekitar pukul 15:00 lewat, parkir di halaman rumah penduduk. Ternyata medannya lebih berat lagi. Sekitar 450 anak tangga barulah sampai ke Gua Marianya tempat untuk berdoa. Sepanjang perjalanan menuju ke atas, entah kenapa kami didampingi oleh anak anjing yanh manis mengawal kami. Sempat gerimis tipis, namun waktu setengah perjalanan menanjak gerimispun reda, sebelum naik sempat urung diri mau menunggu di bawah saja dikarenakan tanah yg basah oleh gerimis pastinya licin. Namun dikuatkan oleh Bapak yang punya anjing itu, pasti sampai atas dan merasakan keteduhan yang sangat dalam. Disini 2 (dua) patung Bunda Maria yang satu kecil yg aslinya dulu . Nah yg patung aslinya yg kecil ini dimasukkan ke dalam patung Bunda Maria yang besar dan tingginya kira² 3 M yang terletak di atas dan gua maria yang kecil diganti dengan patung yang baru. Kenapa dinamakan dengan Sendang Kelayu ?
- Terletak di antara pohon kelayu/perdu
- Kelayu (bhs Jawa) artinya ikut/melu. Diharapkan penduduk sekitar Jlegong mengikuti Tuhan Yesus
Karena tempat ini dulunya tidak dirambah orang, setiap menebang pohon sengon di tempat ini selalu keluar tangisan namun tidak tampak orangnya bahkan yang menebang pohon sengon itu kesurupan. Sampai-sampai tanah ini diberikan oleh Romo. Setelah warga sekitar mengundang Romo, kala itu Romo Suto Panitro, SJ (Romo Sandal Jepit dan Berkah Dalem) memberkati tempat itu, lambat laun tempat menjadi semakin ramai, banyak orang berdoa dan minta untuk dibabtis menjadi (kelayu) pengikut Yesus. Bahkan air di sendang yang semula kering menjadi mengalir lagi, sehingga memberi kehidupan dan mengangkat ekonomi bagi masyarakat sekitarnya.
Memang perlu ekstra sabar untuk sampai ke tempat ini. Terima kasih untuk Anjing manis yang setia menemani perjalanan kami ziarah di Jlegong ini, namun benar-benar terkesan banget disini. Seperti ada rekonsiliasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Kami juga singgah ke Gereja St. Yusup, Batu Retno dan beberapa kapel yang cukup banyak di daerah Wonogiri ini. Minggu pagi, sebelum meninggalkan Wonogiri kami sekeluarga mengikuti perjamuan kurban Misa Kudus di Gereja St. Yohanes Rasul dekat alun-alun kota Wonogiri yang dipersembahkan oleh RD. Lambertus Issri dengan katekesenya yang dibawakan dengan bahasa yang halus, unik dan menarik. Mari bersekutu dalam doa, pertobatan dan pengharapan.
Salam AMDG ,
Monica Eka Handayani