Sejarah Paroki

Cibinong sesungguhnya merupakan sebuah kota Kecamatan. Kota kecil yang terkenal dengan dodol, laksa, dan juga semennya ini sejak tahun 1994, Pemda Kabupaten Bogor lengser ke Cibinong. Dengan demikian, Cibinong menjadi lebih marak suasananya dan semakin padat penduduknya. Hal ini pulalah yang akan menambah jumlah umat Katolik yang tersebar di Wilayah reksa Pastoral Paroki Cibinong. Paroki Keluarga Kudus Cibinong berada di sekitar kawasan industri/perusahaan. Penduduknya sangat kompleks, berasal dari berbagai macam latar belakang suku, budaya, ras, agama, etnis, yang berbeda-beda. Tingkat kesejahteraan penduduk rata-rata menengah ke bawah, umumnya terdiri atas karyawan, buruh, guru, ABRI, PNS, pedagang, dan sedikit pengusaha. Paroki ini meliputi 8 Kecamatan, yang terdiri atas kecamatan Cibinong, kecamatan Kedunghalang, kecamatan Cimanggis, kecamatan Sukma Jaya, kecamatan Citeureup, kecamatan Cileungsi, kecamatan Jonggol, dan kecamatan Cariu.

Gereja Perdana

Gereja “Keluarga Kudus” Cibinong pada awal mulanya merupakan bagian reksa pastoral paroki Katedral Bogor. Kira-kira tahun 1956 Pastor A. Leunissen, OFM. Conv. mulai merintis karya pastoral di Cibinong dan dibantu oleh beberapa tenaga Katekis yang antara lain ibu Thio Hwat Nio.

Pada tanggal 30 September 1958, untuk pertama kalinya Pastor A. Leunissen, OFM. Conv. membaptis pasangan suami-istri dari Cibinong, yaitu Yoseph Tan Tek Kim dan Maria Thio Sun Nio berikut putranya Antonius Tan Tjoan Gie. Setelah kelurga tersebut dibaptis, rumah tinggalnya mulai digunakan untuk Perayaan Ekaristi pada saat-saat tertentu. Lambat laun pula umat mulai bertambah jumlahnya. Secara khusus, dengan keberadaan asrama Yon Angmor, yang juga beberapa anggotanya terdapat umat Katolik, maka di asrama pun sering diselenggarakan Perayaan Ekaristi. Pada tahun 1964 Pastor R.M Cipto Kusumo Pr dan Pastor R. Koesnen OFM turut aktif dalam pelayanan pastoral dan perayaan Ekaristi di asrama tersebut.

Cibinong Menjadi Stasi Bogor Utara

Atas restu Mgr. N. Geise OFM. pada tahun 1967 pastor Koopmann OFM dan beberapa umat membeli sebidang tanah di Cibinong (sekarang disebut Pasar Lama) seluas 63 m2. Di atas tanah inilah dibangun sebuah kapel sederhana yang terbuat dari bilik dengan ukuran 7 x 8 M. yang diberkati oleh Mgr. N Geise, OFM. Dengan demikian, Perayaan Ekaristi setiap minggunya mulai menetap di Kapel. Pada saat itu lingkungan Cibinong masih termasuk bagian dari wilayah Bogor Utara.

Seiring dengan kebutuhan, pada bulan Januari 1969 hadirlah Tarekat Suster Fransiskanes Sukabumi (SFS), yaitu Suster Valentin BOZ, Suster Asumpta, dan Novis Suster Genovena. Mereka berkarya dalam bidang pendidikan hingga berdirinya sekolah TK, SD, dan berkembang sampai SLTP Mardi Yuana. Pater G.W.J. Ruijs OFM kemudian mengusulkan perubahan Cibinong menjadi stasi dengan nama pelindung “Santo Philipus”. Umatpun berangsur-angsur bertambah jumlahnya, menyebar ke daerah-daerah sekitar Cibinong.

Untuk mengantisipasi perkembangan menjadi paroki dikemudian hari, maka tiap kecamatan disebut stasi dengan pelindung masing-masing. Kecamatan Kedunghalang (St. Andreas), Kecamatan Cibinong (St. Philipus), Kecamatan Cimanggis & Sukmajaya (St. Thomas), Kecamatan Citeureup (St. Simon), dan Kecamatan Gunung Putri, Cileungsi, Jonggol, Cariu (St. Yudas Tadeus, yang kemudian diubah menjadi St. Yohanes Berchmas Cileungsi dan St. Arnoldus Jonggol).

Kapel yang selama ini dipakai untuk Perayaan Ekaristi sudah rapuh dan tidak layak pakai lagi. Maka, atas inisiatif Pastor G. Ruijs, OFM. pelaksanaan Perayaan Ekaristi dipindahkan ke ruang TK Mardi Yuana. Enam tahun kemudian, tepatnya tanggal 5 Juli 1975, bersamaan dengan pesatnya industri di kawasan Jabotabek, Mgr. N. Geise OFM. berkenan meresmikan stasi Philipus menjadi PAROKI dengan nama pelindung “Keluarga Kudus”. Buku Baptis I mulai dicatat tanggal 9 Juli 1975.

Era Paroki Keluarga Kudus

Kelahiran paroki ini disiapkan dan dibidani oleh Pater G. Ruijs, OFM. yang bertugas sebagai pastor paroki I sampai tahun 1978. Ia dibantu oleh Pastor Felix Teguh Suwarno, Pr. dan Frater Y. Suparman, Pr. Tahun 1979 Pastor B. Sudjarwo Pr ditunjuk sebagai Pastor Paroki yang ke-2, yang dibantu oleh Pastor Y. Suparman, Pastor A. Brotowiratmo Pr. Dengan demikian, makin bersemilah Gereja di seluruh pelosok daerah Cibinong yang sampai sekarang sudah tersebar menjadi beberapa wilayah, stasi, dan bahkan ada yang berkembang menjadi Paroki, yaitu:

  • Wilayah Santo Paulus Cibinong,
  • Wilayah Santo Philipus Nanggewer,
  • Wilayah Santo Petrus Cilangkap-Cilodong,
  • Wilayah Santo Mathias Cimanggis,
  • Wilayah Santo Vincentius Gunung Putri (kini telah memiliki tanah seluas 1000 M2, yang hingga kini masih dalam proses perijinan pembangunan Gereja),
  • Stasi Santo Andreas Ciluar (Tahun 1998 ini telah membeli tanah seluas 1000 M2 yang akan digunakan untuk Gereja, dan 485 M2 untuk pembangunan sekolah TK Mardi Yuana)
  • Stasi Santo Simon Citeureup,
  • Stasi Santo Yohanes Berchman Cileungsi, · Stasi Santo Arnoldus Jonggol (memiliki tanah seluas 1200 M2), · Stasi Santo Matheus Depok II Tengah (sejak Januari 1997 menjadi stasi yang otonom),
  • Stasi Santo Thomas Kelapa Dua (kini sudah menjadi Paroki sejak tanggal 23 Maret 1991), · Stasi Santo Markus Depok II Timur (kini sudah menjadi Paroki sejak 20 November 1994).

Stasi Yang Melahirkan Banyak Stasi

Di samping pelayanan Ekaristi, juga telah dirintis Pembangunan Gedung Gereja seperti di Kelapa Dua, Depok II Tengah, Depok II Timur, dan di Cibinong sendiri yang dibangun sejak tahun 1979 dan diresmikan pada tanggal 27 Desember 1981 oleh Mgr. Ignatius Harsono, Pr.

Pada tanggal 7 Juli 1979, Tarekat SFS mengembangkan sayapnya dalam bidang kesehatan. Suster Imelda dan Suster Susana mulai memberikan pelayanan di rumah bersalin Melania, yang kini telah berkembang dengan polikliniknya.

Pada bulan Januari 1983, Pastor E.J. Rijper OFM, ditunjuk sebagai Pastor Paroki ke-3, dibantu oleh P. Brotowiratmo Pr dan P. Diaz Viera SVD. Tahun 1984 hadir gembala yang sudah tua, yaitu Pastor Diaz Viera SVD sebagai Pastor Paroki ke-4. Beliau merintis pembangunan gedung pastoran dan membeli sebidang tanah di Jonggol seluas 1200 M2 yang semula direncanakan untuk membangun sebuah Kapel, tetapi hingga sekarang belum bisa terwujud. Dalam tugas pelayanannya dibantu oleh Pastor A. Brotowiratmo, Pr., Pastor Frans Lorry, Pr., Pastor Markus Gunadi, OFM. dan Pastor Yohanes Hardono Pr.

Pada tahun 1991 Pastor Frans Lorry, Pr. diangkat menjadi Pastor Paroki ke-5 yang bergantian dibantu oleh Pastor Yohanes Hardono Pr., Pastor Christoforus Lamen Sani, Pr., Pastor Agustinus Surianto, Pr., Pastor Anton Dwi Haryanto, Pr., dan Pastor Markus Santoso, Pr. Berhubung umat terus semakin bertambah jumlahnya, maka Gua Maria beserta tamannya yang berada di serambi Gereja diubah menjadi tempat Koor dan tempat duduk umat. Gua Maria dipindahkan di depan Pastoran bagian bawah. Lebih dari itu, Altar, mimbar, bangku-bangku umat dan sound system diperbaharui.

Sejak tanggal 15 Juli 1995 Pastor Yohanes Hardono, Pr. diangkat sebagai Pastor Paroki ke-6. Perayaan Ekaristi ditambah porsinya menjadi empat kali seminggu. Sementara itu, gedung Gereja semakin diperbanyak sirkulasi udaranya. Pintu utama Gereja dan jendela-jendela Gereja diubah menjadi lebih terang dan lega. Begitu pula Perayaan Ekaristi di Stasi Santo Andreas ditingkatkan menjadi dua kali seminggu.

Pada tanggal 4 November 1977 Mgr. Michael Angkur, OFM. secara resmi telah berkenan menerima tarekat suster-suster Putri Bunda Hati Kudus (PBHK) yang berkarya di wilayah Paroki Cibinong, tepatnya di kota wisata Cileungsi. Mereka berkarya di bidang pendidikan. Kini, tarekat itu memulai karya pendidikannya di tingkat TK dan bahkan akan mengembangkannya sampai tingkat SMU. Selain itu juga telah disiapkan tanah untuk pembangunan Gereja.